Wednesday, December 23, 2009

World's Greatest Dad


World’s Greatest Dad, Lance Clayton is about to get everything he deserves...

(2009, Darko Entertainment, Bobcat Goldthwait. Robin Williams, Daryl Sabara, Alexie Gilmore, Evan Martin. Drama 99 min)

Tidak ada antisipasi dalam menonton film ini. Dari judulnya World’s Greatest Dad ditebak-tebak kalo ada seorang ayah yang bikin anaknya bangga dengan prestasinya, atau anak yang parah tapi punya ayah yang sangat penyayang dan merubah hidup anaknya.

Lancelot Clayton (Robin Williams) adalah seorang guru sastra yang memiliki profesi sampingan sebagai penulis. World’s Greatest Dad bercerita tentang problematika yang dihadapi Lance dalam profesi kerjanya sebagai guru yang terlibat hubungan personal dengan guru lain Claire Reed (Alexie Gilmore), hobi menulisnya yang tak kunjung membuahkan hasil, dan yang paling utama ialah masalahnya dengan anaknya sendiri, Kyle Clayton (Daryl Sabara) yang bersekolah di tempat yang sama Lance menjadi guru.

Jenius dan brilian. Itu yang gue dapet ketika nonton film ini. Cerita yang sungguh-sungguh membosankan di awal karena seperti drama remaja mulai menjadi twist ketika dibeberkan mengenai personal detail dari masing-masing karakter. Terus menggebu-gebu serta menyakitkan hati ketika twist selanjutnya dimulai setelah terlantunnya melodi “it’s only love, it’s only love”. Gaada plotting yang berlebihan, gaada mengistimewakan sebuah gambar, gaada mengistimewakan suara, semuanya hanyalah sekedar cukup. Dimana pada akhirnya memang segala ke-apa adanya-an ini ngebikin suasana menonton yang bener-bener mendebarkan dan, sekali lagi, menyakitkan hati.

Dalam durasi 99 menit ini, gue dibuat naik turun diatas kursi, dimana didalam hati membatin “why, God? Why? What’s wrong from this and what’s right from this?” dan lagi “HOW?” Disini Bobcat Goldthwait sebagai sutradara berhasil membuat sosok Robin sebagai bapak yang bener-bener nrimo aja. Hanya usaha sekedarnya tapi ekspektasinya banyak. Dan ketika sesuatu terjadi, dia bener-bener get everything he deserves, karena memang semuanya itu berhak dan “berhak” ia dapetin.

Tetapi tetep aja fakta bahwa sebenarnya Kyle, seseorang yang segitu parah dan nol-nya bisa berubah dan berada dalam kondisi sebaliknya dari semua orang karena perbuatan Lance, ayahnya. Ini bener-bener membuktikan bahwa whoever wins the war, he made the history, no matter who’s right or wrong.

Gue paling suka adegan penyebab segalanya berubah, dan efek dari perubahan-perubahan itu. Begitu juga dengan karakter Andrew Troutman (Evan Martin) yang munculnya sedikit-sedikit tapi membawa pengaruh besar pada dua karakter di film ini, Lance dan Kyle. Andai saja karakter Andrew ini gaada, pastinya cerita film ini gaakan bisa memiliki ending yang terjadi.

Ketika gue nonton gue bener-bener bertanya-tanya dengan logika benar-salah di gue, dan memang ekspektasi gue tersampaikan pada akhirnya. Meski gue ga yakin kalo orang lain nonton ini merasakan perasaan yang sama kaya gue atau berpikiran hal yang sama, tapi gue yakin kalo emang film ini bisa sedikit banyak membawa sebuah perubahan kecil pada diri kita.

Being lonely and being alone is different, but you’ll only know how it feels when you experienced both. Sesak, dan sama sekali tidak heartwarming. Tapi film ini dapet 9 out of 10 from me. Tonton film ini bila kamu ingin berani untuk mengakui kesalahan, apapun itu.

2 comments:

  1. inti ceritanya menarik sebenernya, aktingnya Daryl Sabara cukup bagus, kalo akting Robin Williams ga usah ditanya lah ya
    cuman yang gue ga suka pengembangan ceritanya kok cheesy banget ya, dan kesan dark comedy-nya kerasa banget.. itu kali yang buat gue ga suka film ini karena gue ga suka dark comedy..
    tapi itu kan dari gue, dan sebuah film pasti ada yang suka dan gak suka..
    keep up the good work noy!

    ReplyDelete
  2. haha
    sebelom ini yang berhasil bikin gue nyesek ketika nonton itu orphan bar, dan itu bukan black comedy tapi thriller..haha

    ReplyDelete