Wednesday, December 23, 2009

Mary and Max



Mary and Max, sometimes perfect strangers make the best friend...

(2009, Melodrama Pictures, Adam Elliot. Toni Collette, Philip Seymour Hoffman, Eric Bana. Claymation 80 min)

Mary and Max. Dua hal yang membuat saya tertarik menonton film ini ialah Claymation dan Drama. Kenapa drama? bukankah sudah sangat klise? Karena jarang sekali ada film drama dibuat dengan claymation, karena itu saya ingin menontonnya, meski judulnya bahkan tidak menarik, hanya dua buah nama yang sangat biasa saja, Mary dan Max, seperti juga Nick and Norah atau Zack and Miri, tapi tanpa embel-embel apa-apa.

Film ini menceritakan tentang kehidupan dua orang yang "nyentrik dan tidak menarik", namun Adam Elliot sang sutradara berhasil membuat kehidupan yang tidak menarik itu menjadi cerita yang sangat superb dengan menghubungkan keduanya.

Meet Mary (Toni Collette), seorang gadis di Melbourne, Australia yang berumur 8 tahun dan biasa banget, gendut, bahan bully temen sekolah, dan ga punya temen. Mary suka menonton "The Noblits" sambil makan coklat dan minum sekaleng susu demi menghabiskan harinya sendirian. Kebosanan dalam sehari-hari Mary dan keingintahuannya akan sesuatu hal membuatnya ngerandom nama orang di buku telepon New York.

Meet Max (Philip Seymour Hoffman), pria separuh baya yang tinggal di New York. Dia seorang yahudi-atheis yang super gendut karena obesitas, dan dia juga menghabiskan hari-harinya menonton "The Noblits" sambil makan hotdog dari coklat buatannya sembari memikirkan tiga keinginannya dalam hidup.

Mary meet Max, tetapi hanya dalam kata-kata. Max adalah orang yang dirandom Mary untuk dikirim surat olehnya, dan cerita pun berlanjut pada curahan hati keduanya tentang hidupnya masing-masing. Dua orang yang setipe, namun terpaut jauh dari usia dan jarak, membuat curahan hati dari tiap surat-surat yang mereka kirim sangatlah bermakna untuk satu orang lainnya.

Tahun demi tahun berlalu dan banyak kejadian yang terjadi, Max ternyata divonis menderita Sindrom Asperger, dan Mary akhirnya menjadi wanita yang ingin menyembuhkan Sindrom Asperger Max. Namun suatu ketika hal yang tak diinginkan oleh Max terjadi yang mengubah segalanya.

Secara pribadi, saya sangat suka dengan warna film ini. Mungkin juga karena didukung dengan metode claymation-yang membuat film ini diproduksi selama 5 tahun-membuat apapun yang diinginkan oleh sang sutradara dapat terkabul. Australia yang digambarkan dengan berwarna namun hening, dan New York yang kalang kabut dengan monokrom hitam-putih.

Cerita Mary and Max benar-benar berkutat pada hidup mereka berdua. Namun secara ajaib Adam Elliot berhasil membuat saya terpaku selama satu setengah jam tanpa terasa dalam menonton film ini. Rasa senang, sedih, gembira dan haru bercampur aduk ketika menonton film ini. Film ini sangat memainkan emosi penonton, kita akan dibuat takjub karenanya. Sebuah cerita persahabatan yang dibungkus begitu indah dengan melodi-melodi yang mengiris hati.

Mary and Max adalah salah satu film terbaik di tahun 2009 ini. Karena itulah saya menyarankan, siapapun Anda, tontonlah Mary and Max karena film ini akan membuka mata Anda. Bahwa di dunia ini, kesulitan dan kebahagiaan dapat kita share dengan orang lain untuk mendapatkan kebahagiaan lebih.

No comments:

Post a Comment