Requiem for a Dream,
Lux Aeterna reveals her true self...
(2000, Artisan Entertainment, Darren
Aronofsky. Ellen Burstyn, Jared Leto, Jennifer
Connelly, Marlon Wayans. Drama 102 min)
Ketika semua orang
bersenang-senang nonton summer movies keluaran
terbaru, sebut saja Skyfall, saya malah terdiam dirumah dan memutuskan untuk
akhirnya membuka file yang nganggur di laptop, sebuah file berekstensi mkv
berjudul Requiem for a Dream. Film
ini saya saksikan melewati panas dan hujan di dalam kamar, sehingga tingkat fokus
saya menonton cukup tinggi. Meskipun sayangnya, saya harus melalui satu kali
pause panjang selama satu hari untuk menyelesaikan filmnya.
Mrs. Goldfarb atau
Sara Goldfarb(Ellen Burstyn), kerap disapa Ma oleh anaknya sendiri, Harold
Goldfarb, atau Harry(Jared Leto), adalah seorang TV Junkie yang sudah sangat berumur, hidup sendirian setelah
ditinggal mati suaminya. Mengakibatkan tidak bisa mengasuh Harry dengan baik.
Harry berteman dengan Tyrone(Marlon Wayans) yang adalah seorang pecandu, dan
(soon to be dalam film) pengedar. Tentu saja sebagai vantage point of interest, Harry memiliki seorang kekasih bernama
Marion(Jennifer Connelly) yang adalah anak hasil broken home, dan memilih masa depan independen bersama Harry
disbanding masa depan terjamin akan hasil hidup orang tuanya.
![]() |
Sara Goldfarb mengawali "transformasi" nya |
Cukup bercerita hingga titik diatas, film ini menceritakan mengenai penghantaran kepada sebuah mimpi. Sesuai judulnya, Requiem for a Dream, ketidakjelasan akan memasuki alam mimpi akan diiringi oleh banyak hal yang menghantui. Setidaknya itulah interpretasi saya akan judul Requiem for a Dream. Dengan plot cerita yang linear dan tidak menyembunyikan apa-apa, film ini berhasil memberikan saya thrill yang jarang sekali didapat ketika nonton film drama. Cerita diatas pun tersajikan secara mano a mano, atau terbawakan langsung dari karakter ke penonton melalui adegan dalam film.
Dibawakan oleh Darren
Aronofsky yang ternyata 8 tahun setelah film ini merilis The Wrestler (nominasi
untuk 2 kategori Oscar) dan 2 tahun setelahnya merilis Black Swan (dinominasikan
untuk Best Motion Picture of the Year, Best Achievement in Directing dan 2
kategori lain, serta memenangkan kategori Best Performance by an Actress in a
Leading Role), film ini menurut saya sangat menyayat jiwa, sedikit menyakiti
hati, menggedor kekuatan iman, dan menggoyahkan sedikit raga (saya aja sih
nontonnya sering nahan napas).
![]() |
Salah satu adegan dalam "proses pemakaian" |
Kepiawaian Darren
terlihat dari racikan seluruh elemen film yang digunakan untuk membuat Requiem
for a Dream. Terutama aksi Ellen Burstyn
patut diacungi jempol (yang membuatnya masuk jadi nominasi Oscar) terlihat
sepanjang film, karena ada “diferensiasi” antara karakter Sara di awal film
hingga ke akhir film. Jared Leto dan Marlon Wayans tidak memiliki spesialisasi
khusus, namun mereka berdua berakting baik mengingat Marlon Wayans jarang
sekali main film drama dan Jared Leto jarang sekali bermain sebagai aktor
utama. Tentu saja Jen Connelly patut mendapat apresiasi khusus karena di film
ini sebagian perasaan sakit akan datang dari karakter Sara dan Marion.
Kepuasan saya dalam
menonton film ini tidak berhenti hingga akting saja, namun sinematografinya
sungguh memukau bagi film drama dengan pemilihan tempat yang notabene banyak
sekali ruang tertutupnya. Penggunaan gear
kamera, lensa, dan efek yang tepat serta pemotongan adegan adegan ketika proses
pemakaian membuat film tidak melulu lambat seperti tipikal film drama, namun
juga tidak cepat karena terlalu banyak cerita yang ingin dimasukkan. Menurut
saya, Requiem for a Dream secara sinematografi memberikan keleluasaan untuk
penonton menginterpretasikan shot-shot “neural” yang diberikan, sehingga ada
kesempatan untuk merasakan “mood” di tengah-tengah film. Favorit saya adalah
adegan Sara dan kulkasnya mendekati akhir film. Pengambilan benar-benar
berganti sesuai urusan masing-masing dan feel yang dihantarkan sangat kentara,
memainkan perasaan saya yang lagi nonton. Tetapi memang harus hati-hati
nontonnya, untuk orang yang memang paranoid saya rasa film ini bisa menimbulkan
ketakutan baru karena efeknya yang cukup disturbing.
![]() |
Fly high to the moon, romantic but tragic |
Tak berhenti sampai di
pengambilan gambar, justru yang ingin saya sorot adalah kemunculan scoring “Lux Aeterna”, yang mengiringi film
sepanjang 102 menit ini. “Lux Aeterna”, atau setelah tahun 2003
lebih dikenal dengan “Requiem for a Tower” karena digunakan dalam trailer Lord
of the Ring: The Two Towers, adalah scoring yang dark, secara kata-kata akan sulit dijelaskan, namun akan membuat
detak jantung naik dan membawa pemikiran ke arah tidak enak, setidaknya itu
yang saya rasakan ketika Lux Aeterna
terputar di film ini. Dibawakan oleh Kronos
Quartet dan dikomposisikan oleh Clint Mansell. Selain LOTR, digunakan juga
dalam trailer Da Vinci Code, Babylon A.D, I Am Legend, dan beberapa film
lainnya.
Secara pribadi, ada
pesan-pesan yang saya dapatkan setelah menonton film ini, yang bersangkutan
dengan addiction, khususnya drugs addiction. Tapi tentu akan nggak
asik kalo saya kasitau pesannya disini, jadi mending nonton aja filmnya. I simply worship this movie, so I give it
9,5 out of 10 for everything it has. Watch it if you must, and stay out of
drugs!
No comments:
Post a Comment