Saturday, February 12, 2011

TRE(S)NO




TRE(S)NO, siapa bilang cinta datang dengan sendirinya?

(2011, Kacafilm - LFM ITB, Fikri “Pii” Gustin. Lukman Hakim, Sally Hanako, M Isroffi Pramudito. Comedy Romance 25 min)

Duduk di kursi bus dalam perjalanan panjang jarang sekali mengenakkan, dengan bis AC sekalipun. Apalagi yang duduk di sebelah anda adalah orang yang tidak peduli dan kerjaannya hanya dengerin musik, terus-terusan. Mungkin inilah yang ada di perasaan Sam (Lukman Hakim) sebelum akhirnya duduk bersama Puspa (Sally Hanako) dalam perjalanan singkat mereka di Semarang. Sam adalah pria asli Jowo, yang percaya sama takhayul dan segala ramal-ramal mulai dari barat sampe timur. Sedangkan Puspa, adalah gadis periang yang nampaknya tidak peduli semua itu, dan memiliki hobi fotografi. Keduanya mengikuti perjalanan hunting fotografi dari Bandung – Semarang – Bandung. Seperti apa sih kisah-kisah yang akan mereka lewati? Tonton aja filmnya sendiri.

Seperti biasa, film independent Indonesia rasanya jarang sekali yang bergerak jauh dari percintaan, atau mungkin horror (sama seperti genre film komersilnya). Tapi menurut saya, tidak ada salahnya mengangkat genre yang sama berulang kali apabila memang pengemasannya bisa baik ditambah dengan cerita orisinil. Film TRE(S)NO ini adalah angin segar, ditengah-tengah genre komedi-romance yang kembali menyepi di Indonesia (terakhir yang saya ingat menarik banget itu 30 Hari Mencari Cinta tahun 2004, atau yang lumayan Cinlok di tahun 2008, meski lebih banyak komedinya daripada romance). Patut dinanti-nanti karena saya berusaha menahan diri tidak mengetahui apa-apa sejak pra-produksinya akhir november 2010 hingga sekarang.

Dengan alur cerita yang linear saja, TRE(S)NO menurut saya berhasil dideliver oleh kru Kacafilm dengan cukup apik. Disutradarai oleh Fikri “Pii” Gustin (Sutradara dari Lanjut Gan - 2009) yang notabene hal-hal komedi –tanpa romance– adalah kesehariannya, sebenarnya menurut saya masih banyak kelucuan-kelucuan yang dapat ditarik lagi dari ceritanya. Namun nampaknya Pii memang berusaha menahan agar ceritanya tidak menjadi terlalu dibuat-buat sehingga saat-saat tawa penonton ketiwa premiere film ini pun sama banyaknya dengan saat-saat terjadinya instant button “ngooo” khas film romance. Bisa dibilang, proporsi cerita dan alur emosi yang dibawa pas untuk tertawa dan terenyuh. Saya berani jamin, adegan yang berhubungan dengan poster film akan bisa memberikan kehangatan di hati penonton, seperti perasaan saya waktu menontonnya, di sebelah pacar.

Sembari mengusung tema yang sekalian mempromosikan Indonesia banget, film ini banyak menonjolkan tempat-tempat yang menarik di kota Semarang, meski menurut saya masih banyak tempat-tempat yang kurang diekspos. Mungkin karena keterbatasan durasi dan teknologi, tidak bisa kita nikmati seperti menikmati film The Fall (2006) yang banyak sekali menonjolkan keindahan tempat-tempat yang ajaib di berbagai belahan dunia. Namun jujur saja, saya yang belum pernah ke Semarang berhasil mereka yakinkan dengan film ini bahwa memang Semarang terkenal dengan Pecinan-nya, Mie Nyemek Jawa, dan Museum Kereta Ambarawa (Tempat ini kalo ga salah dipake juga untuk syuting film Sang Pencerah di 2010 lalu).

Percakapan-percakapan lihai antara Sam dan Puspa pun terdengar cocok di telinga, meski acapkali tidak terdengar apa yang mereka bicarakan karena suara ketika saya nonton premiere sedikit mengalami kesalahan teknis. Tidak seperti film indie biasanya, film ini cukup banyak menitikberatkan pada dialog. Untungnya, dialog-dialog penting seperti alasan Puspa mengikuti hunting dan percakapan Sam dan Puspa di warung mie terdengar jelas. Sayang di beberapa adegan Bon (Isroffi Pramudito) yang sebenarnya cukup penting agak kurang terdengar. Namun saya sendiri ragu tidak terdengar karena kesalahan teknis atau terlalu besarnya gelak tawa penonton yang keluar. Ketika anda berpikir bahwa adegannya kaku, bukankah memang dua orang yang baru bertemu mungkin saja akan mengobrol seperti itu?

Dilihat dari segi teknis, film ini bisa dibilang oke punya. Tidak seperti film low-budget-independent lainnya, TRE(S)NO cukup bisa merekam adegan-adegan yang menarik secara oke. Meski sedikit goyang-goyang, kita tetap bisa fokus pada hal-hal yang penting. Tidak begitu banyak juga adegan percuma. Tapi memang ketika nonton premiere-nya di Bioskop Kampus 9009 ITB kemarin, beberapa adegan terlalu washout, mungkin karena infokus yang digunakan belum disesuaikan dengan warna film yang ada, atau mungkin juga ada sedikit salah koreksi di editan.

Tapi memang tidak salah untuk mengeluarkannya di momentum Valentine, baik buat yang sudah berpasangan maupun belum. Karena film ini bisa membuat siapapun yang menontonnya lebih menghargai arti usaha dari cinta itu sendiri.

Jadi, apakah anda sedang jatuh cinta? Atau sedang ingin bersemangat mencari cinta? Atau ingin menghabiskan waktu saja? Sendiri? Berdua? Tontonlah TRE(S)NO, karena anda tidak akan merasakan 25 menit yang anda lalui tiba-tiba akan berakhir begitu saja dan di akhir film, mungkin anda akan menangis, tapi saya rasa sebabnya lebih karena terlalu banyak tertawa.

Maju terus perfilman Indonesia!

PS : Kalau mau nonton filmnya, tunggu saja di screening terdekat atau beli DVD nya (hanya dipungut biaya print cover dan beli dvd+tempatnya), atau kalo boleh ngopi softcopy-nya asal seizin yang punya.

No comments:

Post a Comment