Monday, July 19, 2010

Inception


Inception, beyond imagination, beneath reality...

(2010, Warner Bros Pictures, Christopher Nolan. Leonardo DiCaprio, Ellen Page, Joseph Gordon-Levitt, Ken Watanabe, Marion Cotillard. Drama Mystery Thriller 148 min)

Limbo : \ˈlim-(ˌ)bō\

1 often capitalized : an abode of souls that are according to Roman Catholic theology barred from heaven because of not having received Christian baptism

2 a : a place or state of restraint or confinement b : a place or state of neglect or oblivion c : an intermediate or transitional place or state d : a state of uncertainty

Awalnya, gue sama sekali ga punya ekspektasi buat film ini. Hanya sekedar Nolan’s Film yang sejujurnya gue hanya “cukup excited” saja waktu nonton Dark Knight (2008). Tapi setelah dua setengah jam nonton film ini di XXI Ciwalk, ditemani popcorn caramel, orange juice dan pacar tercinta, I just can’t believe there’s people like Christopher Nolan that exist!

Inception bercerita mengenai insepsi(yang tidak ada di KBBI). Yang dalam pikiran gue sebelum nonton, insepsi bersaudara dengan injeksi, dan ternyata benar. Bedanya adalah apa yang dimasukkan, dan bagaimana caranya. Cobb (Leonardo DiCaprio) adalah seorang Extractor, termasuk salah satu yang terbaik, dan bertugas untuk mencuri. Apa yang dicurinya?

I’m speechless. Inception is too amazing even to explain with words. Tapi gue akan mencoba, demi sebuah keadilan dan kebenaran. #Naon.

"naon sih maneh oi. aing tembak siah"

Inception adalah salah satu film terbaik yang pernah gue tonton. Nolan memang benar-benar bisa memainkan Leonardo Dicaprio, Ellen Page(sebagai Ariadne, pernah main di Juno), Joseph Gordon-Levitt (Arthur, 500 days of summer), dan Ken Watanabe(Saito, The Last Samurai, Batman Begins) sebagai tim yang super keren 2010 (maaf kalo bahasanya lagi labil).

Nolan sebagai penulis sekaligus sutradara dari Inception tampaknya menuangkan seluruh kegilaan sekaligus kejeniusannya dalam film ini. Lihat saja bagaimana dia membuat karakter per karakter dalam Inception memiliki role yang berbeda dan betul-betul dibutuhkan. Cobb sebagai role leader punya gaya bicara dan efek keras kepala yang ngga bisa ditawar. Ariadne dibuat menjadi jenius dalam bagiannya, the gifted smart child. Dia bisa menyerap segala pengetahuan serta menyimpulkan bagian-bagian yang biasanya tidak bisa disimpulkan banyak orang. Arthur pun benar-benar a man of exact, yang nggak punya toleransi sama sebuah keabstrakan sekalipun, yang bikin dia ngga berimajinasi dan terukur. Bicara Saito, memang nggak jarang dia main jadi orang jepang di film-film keren Hollywood. Tetep dengan karakternya yang keras, punya kemauan dan punya kendali dalam film ini.

Diluar karakternya serta pembangunannya yang kuat, plottingnya ga main-main. Menurut gue scriptnya pasti sangat jelas, dan bukan sebuah cerita dengan alur maju dengan dipotong-potong lalu dibuat sedemikian rupa jadi maju mundur atau mundur. Tapi memang sejak awal semuanya dibuat untuk membuka tabir-tabir fakta secara perlahan, meninggalkan bekas-bekas kenyataan di benak kita. Cerita Inception muternya kemana-mana, tapi muternya jelas dan ada maknanya. Banyak banget hal-hal ga penting yang ga diceritakan Nolan tapi mungkin memang menarik, seperti bagaimana jelasnya teknologi Inception ini, bagaiman Cobb bisa main limbo, dan banyak hal lainnya, termasuk endingnya. Sepanjang film, gue sama sekali terhenti untuk menebak ceritanya.

building dream, together.

Secara visual maupun audio, Inception bener-bener memanjakan mata gue. Dengan lagu-lagu dan scoring yang dicompose Hans Zimmer (Sherlock Holmes, Angels & Demons, The Dark Knight) serta visual gila-gilaan yang pastinya bikin gue yang seorang filmmaker merasa ingin berhenti bikin film saja melihat begitu hebatnya filmmaker Inception ini. Meski tentu saja setelahnya saya ingin mencoba membuat adegan-adegan gravity, twisted world, dan mirror world. Nolan berhasil menggambarkan dunia yang terbalik versinya, tidak seperti dunia yang terbalik versi semua orang lakukan. He just did it.

Soal cerita? Gausah ditanya lagi, ceritanya sama sekali ga mainstream. Seperti biasa Nolan membuat sebuah exception from living your usual life, sesuatu yang berbeda dari biasanya, dari kebiasaan orang banyak. Lihat saja ilusinya ilusi pesulap pada The Prestige (2006) dan ide superhero of the villain dari The Dark Knight (2008). Di Inception, dia seperti membeberkan sebuah frase “beyond imagination, beneath reality. Segala yang ada dalam Inception berada jauh dari imajinasi kita, sangat rumit dan kompleks. Namun semua itu sebenarnya berada dibawah kenyataan yang ada, dibawah kesadaran yang kita sendiri miliki. Gue sendiri pernah banyak berpikir sebagaimana Cobb berpikir sampai akhirnya berada pada dunia yang tidak diinginkan.

gimana caranya ada kereta ditengah jalan di kota coba?

Plotting favorit gue di film ini ialah levels. Berapa sih sebenernya tingkat penciptaan yang terjadi? Bagaimana pengaturannya? Berapa jarak waktunya? Bagaimana bisa terjadi percepatan dalam percepatan dalam percepatan? (semakin lama semakin fisis). Cerita dalam Inception memang sangat rumit sekali. Namun penceritaan yang detail dan pengembangan yang perlahan membuat ceritanya sangat terkonsep, jadi setidaknya 80 persen ceritanya bakal nyampe.

Lalu peran Mal(Marion Cotillard), yang dalam film ini memegang kunci penting dalam plot-plot yang ada dalam Inception. Meski tidak termasuk kedalam tim, namun aksinya sangatlah berpengaruh dalam film. Penekanan bahwa penderitaan yang dialaminya sedikit banyak akan dirasakan penonton ketika nonton Inception. Entah bagaimana kata-katanya bagai menyihir.

Nolan berhasil menginjeksi orang-orang dengan insepsi. Dan kata-kata ini jelek kalo diucapkan dalam Indonesia karena bahkan insepsi bukanlah sebuah kata.

Nolan did well on injecting peoples with inception, then he made us doubting about the reality of our world. He did not done a great job, what he did was outstanding and it will exceeds any of your expectation! Get it done and watch it, peoples! And if I should giving score, I would give Inception 10/10!

Do you dare to dream, inside your own dream?


**************SPOILER ALERT!!!****************

Can you count how many level they did on Inception? Then if you can, do the calculation of the timing in the movie.

10 hours in flight = 600 minutes. If 5 minutes was like 1 hour, then it would be 120 hours or five days (in film they said almost a week, it’s simplifying). But then, after about an hour, they did another level, so their 119 hours (7140 minutes) will be 1428 hours (59,5 days or 2 months). Inside, Mr. Charles did another level. So on level 2, they had about 1420 (to be simple) hours left and it would be 17040 hours (710 days, about two years) on the level 3. Then they did another leap to level four (ignore the around one hour lost that won’t be affecting the calculation now) which could be the limbo or not, then the time left was 204480 hours or 8520 days or 23 years.

If possible, that’s about how long Saito waiting if you’ve been wondering.

Oh, then for Cobb and Mal, when they reach level 4 (or if it is Limbo) and growing old together for 50 years, it’s possibly just about 20 hours.

**************SPOILER ALERT!!!****************

Saturday, July 10, 2010

Dorm


Dorm, He don’t even know yet, and you just don’t know...

(2006, Hub Ho Hin Films, Songyos Sugmakanan. Charlie Trairat, Sirachuch Chientaworn, Chintara Sukapatana. Drama Horror 110 min)

Every school has its own story, and every story has its own truth. Just like the queen bee on Mean Girls or rewinding life on 17 again, the Dorm has it’s friendship like we never saw before. Still, it’s a ghost story.

Film ini saat itu lebih menarik daripada cerita manga Shaman King yang lagi seru-serunya punya oversoul level tertinggi Yoh. Gue nontonnya di workshop menulis-nya kineklub LFM.

Dorm (judul asli: Dek Hor) menceritakan tentang Ton (Charlie Trairat) yang dimasukkan ke asrama oleh ayahnya, dimana di asrama itu ada seorang guru aneh, Pranee (Chintara Sukapatana). Di asrama tersebut Ton memiliki beberapa teman baru, diantaranya Vichien (Sirachuch Chientaworn) yang sering sekali membantunya dan mengetahui beberapa seluk-beluk tentang sekolah. Bersama teman-temannya, Ton mendengarkan cerita hantu yang suatu hari dialaminya sendiri. Setelahnya, Ton sering sekali mendapat perhatian dari Pranee. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Pranee berlaku seperti itu? Siapakah teman-teman Ton? Mengapa Vizhien bisa mengerti mengenai masa lalu sekolah?

Drama Komedi Horor ini menceritakan kisah hidup yang jenaka dari Ton selama di asrama. Juga menjelaskan dengan kilas balik mengapa ayah Ton memasukkannya kedalam asrama yang tidak dia inginkan. Kesenangan demi kesenangan yang dialami Ton didalam asrama menurut gue cukup menggambarkan bahwa dia akhirnya senang dengan keputusan ini.

Ceritanya cukup menarik meskipun terkesan dipaksakan. Namun karena bergenre horor dan drama, nampaknya pemaksaan itupun cukup masuk diakal. Lihat saja bagaimana Ton bereaksi ke setiap kejadian horror yang terjadi. Kenekatan-kenekatan yang pasti ada hanya di film horror pun memang ga bisa dihindarin.

Aktingnya keren sih menurut gue, apalagi pemeran-pemeran pendukungnya maen dengan sangat ngalir. Dengan penggambaran seadanya, aktingnya untungnya tidak seadanya dan memberikan kesan yang cukup mendalam pada karakter masing-masing, seperti si bedak, ingus, dan anak pemilik toko coffin. Tentunya Ton juga sangat hebat, berakting duet dengan Vizhien baik saat Vizhien ada disana maupun tidak.

Adegan favorit gue yang pertama ada saat mereka semua ngangkat kaki dan nutup hidung. Kenyataan yang diberikan pada penonton disitu cukup meningkatkan hasrat untuk menonton karena awalannya sudah cukup bosen dan adegan horornya sedikit. Adegan drama favoritnya adalah adegan berfoto setelah karnaval yang cukup menggambarkan kesedihan yang terjadi di hati Vizhien.

Banyak kebodohan-kebodohan yang terjadi di film ini, bloopers, entah disengaja ataupun tidak disengaja. Sepanjang film yang paling terlihat adalah rambut Ton yang memanjang dan memendek secara tidak beraturan. Juga adegan-adegan sekolah malam yang cukup aneh, setidaknya untuk mata kita yang biasa sekolah siang waktu kecil.

Overall, film ini cukup bagus untuk ditonton, apalagi kalo emang penikmat film horror asia khususnya Thailand, karena tumbennya ini ngebawa suasana yang berbeda dari biasanya seperti pembalasan dendam, slasher, ataupun thriller. Dorm buat gue memberikan aroma persahabatan dan gelak tawa yang menggembirakan pada saatnya, dan cukup berhasil memberikan fenomena ketakutan pada penonton meskipun sebenarnya sedang tidak terjadi apa-apa. Tapi tentu saja itu semua berkat efek luar biasa dari scoring film setan asia.

Dare to hear the story?

Friday, July 9, 2010

Micmacs

Micmacs à tire-larigot, a truly artisan piece and mastermind, from the creator of Amelie!

(2009, Epithète Films, Jean-Pierre Jeunet. Dany Boon, Andre Dussollier, Nicolas Marie, Julie Ferrier. Comedy Crime 105 min)

Pour un film que de ne pas en plein essor, il souffle mon esprit lui-même (For one movie that not to booming, it blows up my mind itself). Dan maaf, gue pake google translate untuk bikin bahasa Prancis diatas. Toh Prancis kali ini tidak lolos ke perempat final piala dunia, mungkin benar kata teman saya bahwa “Prancis harus meng-kloning Zidane terlebih dahulu “ (Inu).

Sekilas tentang Prancis, negara yang indah dan nampaknya akan sulit buat gue untuk hidup disana, dimana makan banyak yang hambar, monotone, dan high-mannered. Tapi ternyata tidak begitu dengan film-filmnya. Salah satunya lihat saja Amelie (2001) dan Martyrs (2009) yang berhasil membuat gue terkagum-kagum dengan berbagai segi dari filmnya. Tentu saja keduanya punya sisi positif dan negatif yang berbeda. Namun tetep aja, gue punya kebahagiaan sendiri pas nontonnya.

Micmacs bercerita tentang Bazil (Dany Boon), penjaga toko DVD yang suatu hari tertembak oleh peluru nyasar, menyisakan penyakit dan peluru di kepala. Peluru di kepalanya merupakan senjata buatan sebuah perusahaan di Prancis. Saat kecil, ayah Bazil pun meninggal ditengah perang karena ranjau yang dibuat perusahaan saingan dari perusahaan pembuat peluru yang bersarang di kepala Bazil. Bersama kolega-koleganya yang memiliki kelebihan masing-masing, ia membalas dendam dengan cara yang sungguh-sungguh menarik dan otentik. Tidak biasa.

Ide cerita awalnya mungkin sudah ide yang terpikirkan jutaan filmmaker di dunia ini. Bukan sesuatu yang aneh bahwa seseorang akan membalaskan dendam atas kematian dan kemalangan yang menimpa dirinya. Namun seperti di Kick-Ass (2010), versi pembalasan dendam disini juga berbeda dari biasanya. Buat gue yang paling menarik dari awal adalah plotting dan karakterisasi yang diceritakan di sinopsisnya. Tidak menjelaskan filmnya dan memang harus ditonton dulu.

Genre kriminal yang disangkut-pautkan dengan komedi sudah sangat banyak, apalagi film-film kulit hitam Hollywood. Namun semuanya tetap saja mengisahkan drama pedih dibaliknya dan pembalasan dendam dengan kekonyolan yang seringnya rasis. Komedi kriminal di Micmacs memiliki jalan yang berbeda. Menurut gue inilah penyebab dia bisa stand-out dibanding film-film semacamnya.

Disutradarai, dibuat, dan diproduseri oleh Jean-Pierre Jeunet yang juga menyutradarai Amelie, film ini memiliki ciri yang sangat khas, sama seperti Amelie. Penonton yang seperti gue, yang pernah menonton Amelie juga, pasti sangat familiar dengan twisting cerita atau efek yang digunakan dalam film. Tentu saja ini merupakan titik kuat dari film-film JP Jeunet yang tidak banyak (Micmacs diproduksi hanya selang 1 film dari Amelie dengan kurun waktu 8 tahun).

Twist cerita yang banyak namun diceritakan secara padat dan cepat, juga pengenalan karakter yang solid, selalu mampu membuat gue terpana dan mengingat masing-masing karakternya serta pengembangannya. Seakan memang karakter-karakter itu hidup dan ada dalam dunia ini (mungkin memang ada sih). Seperti Calculette, Petit Pierre, Remington, dan sebagainya. Namun yang paling outstanding memang Bazil dan La Môme Caoutchouc (Julie Ferrier), atau elastic girl. Menurut gue dua orang ini punya emosi yang datar dalam film, namun mampu menarik perhatian sebegitu gede-nya ke gue. Lain halnya dengan duo boss perusahaan senjata, Marconi (Nicolas Marie) dan Fenouillet (Andre Dussolier). Tingkat emosional dan penggagahan karakternya sangat rumit dan tinggi, ketimbang Bazil yang dibikin oon dan Caoutchouc yang cukup lentur saja. Marconi sangat proud, tidak pedulian dan suka pamer, dengan Fenouillet yang suka mengoleksi benda-benda historical namun pelit, perhitungan, dan mudah panik.

Scoring dan lagu yang dipake di film ini cocok, sangat menyesuaikan dengan kondisi film dan alurnya. Mungkin ini juga ciri khas film Prancis dimana lagunya sendiri memang sudah khas, mendayu namun tegas. Pada ceritanya, klimaks di film ini bisa terjadi berkali-kali. Buat gue itu semua ada dari awal kecelakaan, prosesi penyusupan, dan semua cerita sabotase yang terjadi punya klimaksnya sendiri-sendiri. In a few words, I love all those part of the movie!

Gue gatau bagian mana yang mau gue cela. Kecuali dari segi cerita yang sebenernya biasa aja. Gue sendiri entah kenapa yakin kalo yang bikin adalah Hollywood dan sutradaranya bukan JP Jeunet, terus jadinya bukan film Prancis, film ini cuma akan jadi film hambar dengan rating ga sampe 5,5 di IMdB. Trust me, what worth it are the plot, the characteristic, and the seizure it gives you. Gue memberikan nilai tersendiri; 7,5 out of 10. Dan kalo kita mau menyisihkan cerita (bukan penceritaan) maka itu bisa gue naekin jadi 8,5 out of 10!

Whatever, you may experience different result, so why don’t you just watch it?

Since the start of the movie, I’m telling myself over and over again. This was work of a real artisan.